07 Agustus 2008

11. Aksentuasi Metrik dan Ritmik

Sejauh ini, hampir semua lagu yang Anda iringi memakai not-not akord, disebut juga not-not harmonik. Nada-nada yang Anda hasilkan berasal dari jenis akord yang Anda pakai untuk mengiringi lagu. Kalau Anda, misalnya, memainkan akord C dalam tangganada diatonik mayor C untuk menghasilkan suatu rangkaian nada melodik, Anda akan membunyikan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi not C-E-G-C-E (do-mi-sol-do-mi). Inti akord ini ada pada triadnya, C-E-G; perulangan not C dan E memperluasnya menjadi akord C. Entah sebagai triad atau sebagai akord, not dasar atau not bas susunan harmonik ini tetap C. Rangkaian not ini bisa Anda pakai untuk menciptakan suatu lagu dengan berbagai nilai not dan pola irama. Tapi apa pun lagu yang Anda ciptakan dan iringi, lagu itu tetap menghasilkan nada-nada harmonik, nada-nada dari akord C.

Sesungguhnya, melodi tidak dibentuk melulu dari nada-nada harmonik. Dalam prakteknya, melodi adalah campuran dari nada-nada harmonik dan nada-nada lain yang disebut nada-nada non-harmonik.

Nada-Nada Non-harmonik

Apa itu nada-nada non-harmonik? Itulah nada-nada di luar susunan akord yang Anda pakai untuk mengiringi suatu lagu tapi yang Anda pakai sebagai variasi nada-nada harmonik dalam suatu melodi. Dengan kata lain, nada-nada non-harmonik Anda pakai sebagai sisipan di antara nada-nada harmonik dari suatu melodi, suatu gerak rangkaian nada secara "linear" atau "horisontal". (Dalam arti ketat, melodi tidak bergerak secara linear atau horisontal dalam arti lurus atau datar ke depan; melodi bisa bergerak lurus ke depan - biasanya, sebagai frasa - dan bisa juga naik-turun atau menjadi campuran kedua macam gerak ini.) Jelaslah bahwa nada-nada non-harmonik bukanlah bagian dari akord melainkan bagian dari melodi.

Anda akan memelajari tiga dari beberapa jenis nada non-harmonik yang lazim dipakai dan secara praktis lebih mudah dipelajari melalui not-notnya. Ketiga-tiganya adalah not-not samping atau ampiran - disebut passing notes dalam bahasa Inggris; not-not tetangga - disebut neighboring notes dalam bahasa Inggris; dan not-not yang ditunda - disebut suspension dalam bahasa Inggris.

Akan tetapi, pemahaman Anda tentang ketiga jenis nada non-harmonik tadi boleh jadi akan sulit kalau Anda belum memahami dasar-dasar tekanan berat dan ringan pada suatu melodi. Aksentuasi melodik ini dibentuk oleh rangkaian not dan tanda-diam yang dipakai dari melodi. Nada-nada harmonik dan non-harmonik berkaitan erat dengan tekanan melodik. Karena itu, pemahamanmu tentang nada-nada non-harmonik ditunda dulu sampai dengan Anda memahami dengan tepat atiuran-aturan dasar tentang tekanan melodik.

Aksentuasi musikal menyangkut dua unsur musik Barat yang saling berkaitan: matra dan irama. Kedua unsur ini sudah dijelaskan pada bab 1, ABC Musik Barat, dalam http://musiketnikindo-papua.blogspot.com/ dan edisi revisinya dalam bahasa Inggris, The ABC of Western Music, dalam http://papuanethnicmusic.blogspot.com/ yang bisa Anda akses pada side bar blog ini. Tapi karena bersifat umum, penjelasan itu dibuat sedikit lebih rinci di sini. Tanpa pemahaman yang jelas tentang ciri-ciri kedua unsur ini, Anda bisa menjadi bingung dengan penjelasan lanjutan tentang aksentuasi musikal.

Matra dan Ritme

Matra adalah suatu istilah yang dipakai dalam prosodi. Ia mencakup hubungan antara ketukan yang mendapat tekanan berat dan yang mendapat tekanan ringan. Prosodi adalah pola bunyi dan irama dalam puisi; dalam musik, prosodi dalam arti sempit mengacu pada keserasian antara tekanan kata dan tekanan melodik. (Prosodi dalam arti luas akan diterangkan pada kesempatan lain.)

Matra lebih mudah dipahami melalui jenis birama, seperti 2/4 dan 4/4. Dalam penulisan ini, angka di kiri pecahan mengacu pada jumlah ketukan dalam satu birama; angka di sebelah kanan pecahan menunjukkan nilai not dasar dalam satu birama. Not yang mewakili pecahan di kanan (1/4) adalah not bernilai seperempat (q).Setiap not seperempat dalam birama 2/4, 3/4, 4/4, dan 6/4 sama nilainya dengan satu ketukan (beat).

Setiap ketukan adalah pulsa atau denyutan yang membentuk matra. Denyutan jantungmu yang normal adalah matra alami.

Tapi pulsa tidak punya tekanan berat atau ringan. Dokter yang memeriksa denyutan jantungmu yang normal tidak mendengarkan melalui stetoskopnya denyutan yang nyaring dan lembut berganti-gantian secara teratur. Pulsa atau denyutan mendapat tekanan berat atau ringan sesudah dikendalikan oleh jenis birama, seperti 2/4, 3/4, dan 4/4. Dalam musik pop modern, matra 4/4 diketahui paling jelas dari tabuhan drum bas suatu jenis musik disko: DUM DUM DUM DUM.

Contoh pulsa, ketukan, atau denyutan yang ditandai not seperempat:

q q q q q q

Contoh pulsa yang berubah menjadi matra:

Pulsa-matra

Tanda > menunjukkan tekanan berat pada not pertama setiap birama. Not lain dalam setiap birama mendapat tekanan ringan.

Jadi, apa itu matra pada intinya? Matra dalam musik adalah pengelompokan yang teratur dari ketukan-ketukan atau pulsa-pulsa dalam birama-birama.

Suatu kelompok pulsa dengan ukuran tertentu diberi tekanan berat dan ringan yang berulang secara teraturan. Ukuran itu disebut birama dan dibedakan menjadi berbagai jenis birama, seperti 2/4, 3/4, dan 4/4. Dalam contoh jenis birama 2/4 yang berkembang dari enam pulsa atau ketukan saja, setiap birama yang terdiri dari dua not yang masing-masing bernilai seperempat dan sama nilainya dengan dua ketukan dalam birama yang sama mendapat tekanan berat pada ketukan pertama dan ringan pada ketukan kedua. Ukuran setiap birama bisa Anda tahu dari waktu untuk menyelesaikan setiap birama; waktu ini ditentukan juga oleh kecepatan atau tempo lagu. Kalau satu birama Anda bisa mainkan dalam satu detik, maka ketiga birama tadi bisa Anda mainkan dalam tiga detik. Satu detik per birama atau tiga detik per tiga birama adalah ukuran dalam waktu yang Anda butuhkan untuk memainkan birama-birama tadi.

Musik yang cenderung menekankan gerak tubuh punya matra yang kuat. Ini mencakup musik dan dansa populernya seperti rock 'n roll, jive, disko, chacha, wals, samba, salsa, dan dangdut.

Lalu, apa itu ritme? Ritme adalah pengelompokan ketukan ke dalam ketukan berat dan ringan, yang mencakup unsur pulsa atau ketukan, aksen, dan subdivisi. Dengan kata lain, ritme lebih berhubungan dengan aksentuasi dan durasi - lama-singkatnya atau panjang-pendeknya bunyi - not. Unsur pulsa sudah dijelaskan; karena itu, kita akan membahas lebih jauh kedua unsur lain.

Durasi dan subdivisi

Dalam musik, aksen adalah tekanan berat-ringan pada irama. Irama diwujudkan oleh not dan pembagiannya ke dalam not-not yang bernilai lebih kecil. Pembagian macam inilah yang disebut "subdivisi" tadi. Nilai not bergantung juga pada jenis birama yang dipakai. Dalam jenis birama 2/4, misalnya, satu not berkepala putih ditahan selama dua ketukan, satu not berkepala hitam tanpa bendera ditahan selama satu ketukan, satu not berkepala hitam dengan satu bendera ditahan selama setengah ketukan, dan satu not berkepala hitam dengan dua bendera ditahan selama seperempat ketukan.

Ritme subdivisi-durasi

Potongan melodi 2/4 ini menunjukkan durasi dan subdivisi. Not paling kiri punya durasi paling panjang, yaitu, dua ketukan dalam satu birama. Sementara itu, satu not yang bernilai sepertiga puluh dalam birama terakhir berdurasi paling pendek. Untuk menyamai nilai total not berdurasi paling panjang, perlu delapan not yang masing-masing bernilai sepertiga puluh dua dalam birama keempat. Durasi setiap not seperempat (birama dua) dan seperdelapan (birama tiga) lebih singkat dari durasi not setengah (birama satu) tapi sedikit lebih panjang sesuai nilainya dari not sepertiga puluh dua dalam birama terakhir. Jumlah not dalam birama kedua dan ketiga setara nilainya dengan jumlah not dalam birama pertama. Angka Arab di bawah kata-kata menandai jumlah ketukan atau pulsa per birama. Ada dua ketukan per birama.

Aksentuasi metrik dan ritmik

Bagaimana tentang aksentuasi? Baik matra maupun ritme mencakup aksentuasi, tekanan berat dan ringan; ritme juga mencakup durasi, seperti yang sudah dijelaskan. Karena masing-masing mencakup aksentuasi, maka kita membedakan antara aksentuasi metrik dan aksentuasi ritmik.

Akesentuasi metrik menunjukkan perulangan yang teratur dari tekanan berat dan ringan dalam birama. Perulangan yang teratur ini bisa kita tahu dari hitungan satu-dua untuk birama 2/4, misalnya. Setiap ketukan yang kita hitung dalam satu birama bernilai seperempat. Menurut aturan baku ilmu musik Barat, tekanan metrik yang berat jatuh pada ketukan pertama sementara ketukan metrik yang ringan pada ketukan kedua dalam satu birama. Perulangan dengan pola aksentuasinya bersifat tetap selama suatu lagu ditampilkan.

Aksentuasi ritmik bertumpu pada aksentuasi metrik. Kedua-duanya sama dalam mengungkapkan tekanan berat dan ringan kalau not untuk irama dan matra bernilai sama dalam satu birama. Not yang nilainya sama dengan ketukan adalah not seperempat, seperti dalam lagu berjenis birama 2/4.

Contoh penggalan melodik yang memakai jenis birama 2/4 berikut menunjukkan keselarasan tekanan metrik dan ritmik. Setiap not yang mewakili ritme adalah not yang bernilai seperempat, sama nilainya dengan setiap ketukan atau pulsa dalam setiap birama.

Meskipun melibatkan aksentuasi, kedua istilah tadi berbeda makna juga. Karena istilah "tekanan metrik" berbeda arti juga dengan "tekanan ritmik", kita perlu memberi tanda-tanda aksentuasi yang berbeda untuk setiap jenis tekanan ini.

Contoh berikut memperjelas tanda-tanda ini. Tanda tekanan berat dan ringan diatas not-not dikhususkan untuk tekanan ritmik. Tanda-tanda tekanan berat dan ringan di bawah not-not dikhususkan untuk tekanan metrik.

Aksentuasi metrik-ritmik dua-empat

Apa jadinya kalau kata-kata kita tambahkan pada contoh tadi? Tekanan berat dan ringan suku kata akan sama dengan tekanan metrik dan ritmik? Dalam contoh tadi, benar. Asal suku kata yang diucapkan lebih nyaring ditempatkan di bawah not dengan tekanan berat dan suku kata yang diucapkan kurang nyaring di bawah not yang diberi tekanan ringan.

Keselarasan aksentuasi tigadalamsatu

Akan tetapi, kata-kata lagu biasanya menjadi bagian dari tekanan ritmik dan durasi. Maklum, ada irama dalam kata-kata ketika kata-kata membentuk kalimat-kalimat dan suasana rasa yang diungkapkan kalimat-kalimat.

Ketika Anda merasa gembira, bergairah atau bersemangat, Anda cenderung berbicara dengan nada tinggi dan cepat. Kalau suasana ini Anda alihkan ke dalam bentuk lirik, Anda akan berusaha mengungkapkannya melalui irama pada melodinya, dengan memakai not-not yang bergerak cepat seperti not-not seperdelapan, seperenam belas, dan sepertiga puluh dua. Nada-nada melodinya cenderung tinggi juga.

Ketika Anda ingin menekankan pesan yang penting atau serius, Anda mengucapkan kata-kata dengan suara yang tegas dan agak lambat sambil menekan suku kata kata-kata yang penting. Dalam bentuk lirik, irama melodi akan menjadi kokoh dan dengan not-not yang ditahan atau memakai teknik stakato, teknik menyanyikan atau membunyikan not secara singkat, tanpa ditahan (sustained).

Ketika Anda merasa sedih, murung, sayu, Anda cenderung berbicara dengan nada rendah dan lambat. Lirikmu yang mengungkapkan suasana hati ini akan melibatkan irama jenis lain - melalui rangkaian not yang ditahan dan tempo yang lambat, misalnya - pada melodinya. Anda cenderung memakai nada-nada minor dengan not-not yang ditahan dan rendah di akhir suatu frasa atau kalimat melodik.

Yang Anda lakukan adalah mengutak-atik aksentuasi ritmik melalui berbagai kombinasi not untuk mengungkapkan berbagai suasana tadi. Tekanan berat dan ringan dari irama lagumu akan melibatkan juga durasi - panjang-pendeknya suku kata yang dinyanyikan.

Masalah aksentuasi musikal

Dalam tradisi musikal negara-negara berbahasa Inggris (seperti Inggris dan Amerika Serikat), ada kesatuan antara tekanan melodik dan syair lagu. Tekanan berat dan ringan dari suku kata yang dinyanyikan menyatu dengan tekanan berat dan ringan dari melodi yang mewadahi syairnya. Dalam artian tertentu, keselarasan macam ini disebut "prosodi".

Rupanya kesatuan tekanan melodik dan syair dalam tradisi musikal tadi berkembang dari aksentuasi kata-kata yang kemudian dilagukan. Seorang pencipta mengucapkan suatu syair atau bagiannya secara spontan atau sengaja, barangkali berkali-kali, lalu timbullah suatu lagu yang menyatu dalam hal aksentuasi - tekanan berat dan ringan - antara melodi dan kata. Kemudian, ketika para musikus dan pencipta syair dalam tradisi musikal Inggris menjadi profesional melalui pendidikan khusus, tradisi tadi rupanya mereka kembangkan. Apa pun dugaan kita, nyanyian-nyanyian dalam bahasa Inggris menunjukkan kerjasama yang rapi dalam hal aksentuasi antara melodi dan syair.

Tradisi musikal tentang aksentuasi pun bisa Anda amati dalam musik vokal berbagai bangsa Eropa lain. Tapi sejarah tentang berkembangnya aksentuasi musikal mereka barangkali berbeda atau malah sama dengan yang berkembang dalam tradisi musikal bangsa-bangsa Barat yang memakai bahasa Inggris sebagai bahasa induknya.

Bagaimana tentang keserasian aksentuasi musikal di Indonesia? Paling mudah Anda amati pada musik modern di Indonesia, musik yang mendapat pengaruh dari musik Barat modern (abad ke-20 dan awal abad ke-21), termasuk dari negara-negara berbahasa Inggris. Ternyata, banyak sekali yang menunjukkan konflik antara tekanan melodik dan tekanan kata. Karena masalah konflik aksentuasi ini sudah dijelaskan pada dua blog terkait lainnya, saya tidak akan mengulanginya di sini. Anda dipersilahkan membaca penjelasan tentang, misalnya, lagu Burung Kakatua dalam http://musiketnikindo-papua.blogspot.com/ atau http://papuanethnicmusic.blogspot.com/ di kiri atas side bar blog ini.

Kalau Anda ingin menjadi musikus profesional abad ke-21, Anda sebaiknya memahami dengan tepat aturan-aturan tentang aksentuasi dalam musik modern Barat. Musik modern kita berasal dari sana meskipun bunyinya barangkali tidak sama seratus persen. Wajarlah kalau aturan-aturannya, termasuk tentang aksentuasi, kita serap dan terapkan dengan tepat dalam musik modern ciptaan kita.

Tekanan berat dan ringan

Aturan tentang aksentuasi dalam musik Barat berkaitan dengan jenis matra yang dipakai untuk suatu melodi. Untuk mudahnya, saya akan menjelaskan tiga jenis birama yang lazim dalam musik modern dan aturan aksentuasi yang berlaku untuk setiap jenis birama. Ketiga jenis birama itu adalah 2/4, 3/4, dan 4/4. Untuk gampangnya, penjelasan dalam bab ini memakai jenis birama 2/4 sebagai contoh. Kedua jenis birama yang lain akan menyusul pada pembahasan berikutnya.

Pada tahap awal, not dasar yang dipakai untuk menjelaskan aksentuasi adalah not bernilai seperempat. Satu not ini sejajar nilainya dengan satu ketukan. Kalau Anda memahami tahap ini dengan baik dan benar, Anda tidak akan kesulitan memahami tahap-tahap berikutnya.

Seperti yang sudah dijelaskan, lagu yang memakai jenis birama 2/4 melibatkan dua ketukan dalam satu birama. Not pada ketukan pertama mendapat tekanan berat, not pada ketukan kedua mendapat tekanan ringan. Kesatuan aksentuasi metrik dan ritmik dicapai ketika setiap ketukan dan setiap not dalam satu birama sama nilainya, yaitu bernilai seperempat.

Bagaimana aturan tentang aksentuasi metrik dan ritmik kalau salah satu not seperempat dalam satu birama tadi kita pecah menjadi dua, masing-masing bernilai seperdelapan, seperenam belas, atau sepertiga puluh dua dalam birama yang sama? Kalau tanda-diam dengan berbagai nilai kita tambahkan, aturan tentang aksentuasi metrik dan ritmik masih sama atau berbeda?

Pertanyaan yang bagus tapi agak rumit kalau dijawab semuanya. Untuk Anda sebagai pemula, pertanyaan-pertanyaan tadi lebih mudah dijelaskan melalui not-not dan tanda-diam yang nilainya antara setengah dan seperdelapan. Kalau dasar-dasar aksentuasi metrik dan ritmik dalam batas nilai-nilai ini Anda pahami dengan baik dan benar, Anda akan mudah memahami tekanan metrik dan ritmik dari not-not dan tanda-diam dengan nilai-nilai yang lebih kecil: seperenam belas dan sepertiga puluh dua.

Untuk mempermudah bayanganmu tentang tekanan metrik, ingatlah tabuhan drum bas disko untuk birama 2/4: DUM DUM. Untuk menegaskan tekanan metrik pada ketukan pertama, kita ubah sedikit tingkat kenyaringan bunyi drum bas disko (tidak ada dalam disko sesungguhnya). Bunyi DUM pertama kita tabuh lebih nyaring dari bunyi DUM kedua. Rangkaian aksentuasi metrik dalam birama 2/4 - dan jenis birama lain yang akan dijelaskan - kita akan lambangkan melalui not bernilai seperempat.

Sekarang, tentang aksentuasi ritmik untuk jenis birama 2/4. Beberapa contoh pola ritme berikut akan memperjelas aksentuasi ritmik dalam batas jenis birama ini.

Aksentuasi metrik-ritmik duaempat

Pada contoh tadi, tekanan metrik ditandai oleh not-not rendah yang masing-masing bernilai seperempat kecuali not setengah yang mengakhiri lagu. Tekanan berat (>) pada ketukan pertama dan tekanan ringan (-) pada ketukan kedua dalam setiap birama berulang-ulang secara tetap dan berhenti dengan ketukan berat pada not terakhir. Not-not rendah tadi sekaligus membentuk suatu jalur bas yang sederhana dan juga teratur.

Aturan umum tentang aksentuasi metrik dan ritmik

Tekanan metrik yang bisa Anda amati pada potongan melodi di atas jalur bas tadi ternyata punya aturan tekanan berat dan ringan yang tampaknya berubah-ubah. Sebenarnya tidak. Tekanan ritmik ini pada dasarnya merinci tekanan berat-ringan secara metrik. Aturan umum yang berlaku demikian:

  • Dua not yang masing-masing bernilai seperempat dalam satu birama mendapat tekanan berat pada ketukan pertama dan relatif berat - bisa dipandang sebagai tekanan agak ringan - pada ketukan kedua. (Lihat contoh-contoh Aksentuasi metrik-ritmik 2/4 di atas.)
  • Sepasang not yang masing-masing bernilai seperdelapan dan dipakai pada ketukan metrik ringan mendapat tekanan ringan. (Lihat birama 1 dan 3 pada contoh di atas.) Untuk mempermudah penulisan kata berdasarkan tekanan berat-ringan suku kata, not kiri pasangan not yang dipakai pada ketukan ringan adakalanya diberi tekanan agak berat. Untuk jelaslah, lihatlah tanda (-) pada not pertama triul pendek dalam birama 6. Suku kata -lam- dari kata terlambat mempertegas tekanan ini.
  • Not bernilai seperdelapan yang didahului titik dan dipakai pada ketukan metrik ringan diberi tekanan ritmik yang ringan juga. Pelajarilah contoh dalam birama 2.
  • Sepasang not yang masing-masing bernilai seperdelapan dan dipakai pada ketukan metrik yang berat diberi tekanan berat pada not di kiri tapi tekanan ringan pada not di kanan pasangan itu. Lihat contoh dalam birama 3.
  • Tanda-diam dengan nilai apa pun tidak diberi tanda aksentuasi tapi diperhitungkan sebagai not yang tidak dibunyikan.
  • Suatu not seperdelapan yang didahului suatu tanda-diam dengan nilai yang sama dan ditempatkan pada ketukan metrik yang berat atau ringan mendapat tekanan metrik yang ringan. Contoh dalam birama 5 menunjukkan not seperdelapan yang didahului suatu tanda-diam yang sama nilainya ditempatkan pada ketukan metrik yang berat. Kalau bentuk not yang sama ditempatkan pada ketukan metrik yang ringan, notnya tetap mendapat tekanan ritmik yang ringan.
  • Suatu not seperempat yang ditempatkan pada ketukan metrik yang ringan sesudah suatu not seperdelapan yang mendapat tekanan ritmik yang ringan pada ketukan metrik yang berat mendapat tekanan ritmik yang agak berat atau agak ringan. Lihat contoh not kedua dalam birama 5.
  • Suatu pasangan not yang merupakan gabungan satu not bernilai seperdelapan dan satu not bertitik bernilai seperenam belas yang ditempatkan pada ketukan metrik yang berat mendapat tekanan ritmik yang berat pada not di kiri dan tekanan ritmik yang ringan pada not di kanan pasangan itu. Lihat pasangan not ini dalam birama 6.
  • Suatu triul pendek yang ditempatkan pada tekanan metrik yang berat dan ringan mendapat tekanan ritmik yang berat pada not pertama dan dua tekanan ritmik yang ringan pada dua not lainnya. Lihat contoh dalam birama 6.
  • Suatu not bernilai setengah yang dipakai pada ketukan metrik yang berat mendapat tekanan ritmik yang berat. Lihat birama 7.

Saya menyadari aturan-aturan tadi barangkali belum sepenuhnya dipahami oleh sebagian peminat blog ini. Tapi kalau Anda memahami aturan dasar tentang aksentuasi metrik dan ritmik, aturan ini bisa mempermudah Anda memahami aksentuasi ritmik yang tampak berubah-ubah itu. Bagi Anda yang ingin menulis syair atau lirik atau kata-kata lagu ciptaanmu, aturan-aturan tadi perlu Anda pahami dengan tepat. Kalau Anda memahaminya dengan tepat, syair gubahanmu akan selaras dengan aksentuasi ritmik lagumu. Keselarasan seperti inilah yang disebut prosodi, suatu rahasia kesuksesan penulisan lagu-lagu pop komerisal Barat modern tapi yang belum dipahami kebanyakan komponis di Indonesia.

Baiklah, itu saran yang tepat sekali, kata Anda, tapi bagaimana dengan aksentuasi metrik dan ritmik untuk lagu-lagu yang memakai teknik sinkopasi? Aturan dasar tentang aksentuasi metrik dan ritmik tadi tetap berlaku. Cuma perlu penyesuaian.

Sinkopasi

Sinkopasi - untuk Anda yang baru tahu istilah ini pertama kali - adalah pergeseran aksentuasi ritmik yang lazim ke tempat yang tidak lazim. Dalam jenis birama 2/4, tekanan ritmik yang berat dan ringan yang melibatkan not-not bernilai seperempat selaras dengan tekanan metriknya, seperti yang sudah dijelaskan. Aturan ini berlaku juga bagi not-not dengan berbagai nilai lain pada tekanan berat dan ringan. Sinkopasi timbul ketika tekanan ritmik yang berat digeser ke tekanan ritmik yang ringan. Seperti seorang pegulat yang berat menambah bobotnya pada lawannya yang ringan ketika yang pertama menindih yang kedua, demikian juga not yang diberi tekanan ritmik yang ringan bertambah bobotnya ketika not yang berbobot berat digeser ke sana. Sinkopasi sering ditandai busur-sambung yang menghubungkan dua not dengan tingginada yang sama. Sinkopasi lazim dalam musik pop modern, terutama musik jazz.

Berikut berbagai contoh sinkopasi untuk lagu berjenis birama 2/4:

Sinkopasi dua-empat

Tanda panah ke bawah dengan singkatan s - untuk sinkopasi - menunjukkan tekanan ritmik yang sebelumnya ringan menjadi tekanan ritmik yang berat. Bobot tambahan ini diperoleh dari pergeseran tekanan ritmik yang berat oleh not di kanannya, ditandai panah tanpa tulisan s di atasnya. Kata-kata potongan melodi itu menunjang secara sempurna aksentuasi yang timbul karena sinkopasi. Cobalah membaca dan menyanyikan kata-kata itu sesuai tekanan suku katanya dan Anda akan mengerti dan merasakan keselarasan aksentuasi antara aksentuasi ritmik melodi, kata, dan aksentuasi metrik. Keselarasan ini suatu contoh lagi dari prosodi.

Contre temps

Sinkopasi sudah jelas tapi masih ada lagi suatu pola ritme yang agak mirip sinkopasi: contre temps. Bagaimana aturan tentang aksentuasi metrik dan ritmik diterapkan pada pola ritmik ini?

Suatu pertanyaan lain yang bagus. Contre temps - suatu istilah musik dalam bahasa Perancis - agak mirip sinkopasi. Dalam birama 2/4, not bernilai seperempat yang ditempatkan pada ketukan metrik yang ringan tidak dipengaruhi tekanan berat dari tanda-diam yang membentuk ketukan pertama dalam satu birama.

Contre temps dua-empat

  • LATIHAN 1
  • Tandailah tekanan metrik yang berat dan ringan dari potongan suatu lagu rakyat terkenal Amerika Serikat berikut. Pakailah tanda > untuk tekanan berat dan - untuk tekanan ringan. Lihatlah contoh di awal lagu, lalu ikutilah contoh itu. Jawaban yang betul diberikan di akhir bab ini.

Latihan 1 (11)

LATIHAN 2

Dengan memakai lagu pada Latihan 1, berilah aksentuasi ritmik yang betul. Pakailah tanda seperti ada di contoh (birama pertama) untuk menunjukkan tekanan ritmik yang berat dan tanda mirip huruf u untuk tekanan ritmik yang ringan. Anda bisa juga menggantikan tanda lengkung pada not di kiri pasangan not yang jatuh pada ketukan kedua dengan garis lurus (-). Lihat contoh dalam birama 1. Jawaban yang betul ada di akhir bab ini.

Latihan 2 (11)

LATIHAN 3

Garis bawahilah suku kata yang mendapat tekanan berat (ujaranmu lebih nyaring) dari "syair" berikut. Aksen bahasa Indonesia lisanmu mengikuti yang berlaku dalam siaran radio atau televisi nasional. Ikutilah contoh. Jawaban yang betul di berikan di akhir bab ini.

Contoh: Da- tang ke si- ni eng-kau.

Da-tang-lah kau,/ki-ta me-non-ton film,/film-nya ten-tang p'rang du-ni-a.

LATIHAN 4

Potongan lagu rakyat AS tadi sekarang ditambah kata-kata yang aksentuasi ritmiknya sudah Anda kerjakan. Akan tetapi, aksentuasi kata-kata dan lagu tidak selalu selaras. Lingkarilah suku kata atau kata yang tekanannya bertabrakan dengan aksentuasi ritmik pada lagu. Lihat contoh pada birama awal. Anda bisa juga menggantikan tanda lengkung dengan garis lurus di bawah not kedua yang bernilai seperdelapan dalam birama 2, 3, 4, 6, dan 8. Jawaban yang betul diberikan di akhir bab ini.

Latihan 4 (11)

LATIHAN 5

Sesudah Anda memahami lika-liku aksentuasi metrik dan ritmik, termasuk melalui keempat latihan tadi, buatlah suatu lagu berjenis birama 2/4 sepanjang delapan birama. Terapkanlah aturan yang betul tentang prosodi, yaitu, keselarasan antara tekanan ritmik pada melodi, tekanan suku kata, dan tekanan metrik. Kirimlah ciptaanmu kepada saya kalau Anda ingin saya membantu mengeceknya untuk Anda. Alamat e-mail saya: seba.woseba@gmail.com.

Jawaban yang Betul

LATIHAN 1

Untuk birama 2, 3, 4, 6, dan 8, ikutilah contoh pada birama 1. Not setengah pada birama 5, 7, dan 9 diberi tanda tekanan berat.

LATIHAN 2

Salinlah contoh dalam birama 1 untuk birama 2, 3, 4, 6, dan 8. Setiap not bernilai setengah dalam birama 5, 7, dan 9 Anda tandai dengan aksen berat.

LATIHAN 3

Tekanan berat yang berlaku umum dalam bahasa Indonesia lisan untuk suku kata demikian:

Da-tang-lah kau, / ki- ta me-non-ton film, /film-nya ten-tang p'rang du-ni-a.

LATIHAN 4

Sesuai aturan tentang aksentuasi metrik dan ritmik lagu tadi, konflik prodosik terjadi pada suku kata Da- (Da-tang-lah), me- (me- non-ton), dan -a (du-ni-a).

Tidak ada komentar: